Pemerintah yang Menipu Rakyat dengan Menaikkan Harga BBM

- 6:47 PM
advertise here
advertise here
KH Muhammad Al Khaththath
@malkhaththath

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 17 Juni lalu menyetujui kenaikan BBM seperti diusulkan pemerintah. Sebanyak 338 anggota DPR dari lima fraksi menyetujui APBN-Perubahan Tahun 2013 dan 181 anggota dari empat fraksi menolak.

Fraksi-fraksi pendukung pemerintah adalah FPD, FPKB, FPG, FPAN dan FPPP. Fraksi yang menolak kenaikan adalah FPKS, FPDIP, Fraksi Gerindra dan Fraksi Hanura.  Disahkannya UU APBN Perubahan memastikan harga BBM akan dinaikkan.  Premium akan naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500. Sedangkan BBM jenis Solar naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500.

Para anggota DPR yang menolak kenaikan BBM umumnya berargumentasi bahwa menutupi defisit APBN tidak harus dengan menaikkan harga BBM, bisa dengan cara lain, misalnya menghemat dana kunjungan keluar negeri. Selain memberatkan kehidupan rakyat, kenaikan BBM juga ditengarai adalah akal-akala kebijakan neolib untuk membuat laku SPBU-SPBU asing yang selama ini sepi. 

Sebaliknya para anggota DPR pendukung kenaikan harga BBM berargumen bahwa jebolnya APBN adalah akibat subsidi BBM, padahal subsidi BBM selama ini salah sasaran, yakni hanya dinikmati orang-orang kaya bermobil. Jadi lebih baik subsidi BBM dicabut dan dialihkan kepada mereka yang berhak, yakni dengan BLSM kepada orang-orang miskin. Inilah yang terus-menerus diiklankan pemerintah melalui TV. Entah berapa milyar atau bahkan triliun yang sudah dikeluarkan untuk kampanye menghapus subsidi BBM.

Taktik naik turun harga BBM yang dipadu dengan BLSM (dulu BLT) pernah sukses dilakukan pemerintah SBY untuk memuluskan kemenangan partainya pada pemilu legislatif maupun pilpres 2009. Apakah ini gerak tipu politik SBY untuk mengulang sukses 2009? Tentu ada yang membacanya begitu. 

Tapi apakah ini sebuah penipuan kepada rakyat? Ini yang lebih penting dibahas. Yakni, apakah benar pencabutan subsidi BBM dan pemberian BLSM sebagai kompensasi kenaikan BBM merupakan tindakan tulus pro rakyat ataukah justru kebalikannya?

Perlu dipahami, kenaikan harga BBM tidak sama dengan kenaikan harga jengkol atau  daging. Sebab kenaikan harga komoditi makanan itu sama sekali tiduk punya efek multiplier. Sehingga, walaupun harga daging per kilo naik rp 50 ribu hingga menjadi Rp 100 ribu, atau harga jengkol naik hingga harga 1 kg jengkol sama dengan harga 3 kg ayam, kenaikan sebesar itu tidak berdampak apa-apa terhadap ekonomi masyarakat. Hanya mereka yang makan ayam dan jengkol saja yang merogoh duit lebih banyak.

Berbeda dengan harga BBM yang punya efek multiplier berupa naiknya harga-harga kebutuhan pokok masyarakat. BI memperkirakan inlflasi akan naik sampai 7,6 % dari perkiraan semula 4,5%. Organda siap naikkan tarif angkutan sebesar 20%.   Harga-harga barang dan jasa dipastikan akan naik. Daya beli masyarakat dipastikan akan turun. 

Kalau mereka mengatakan subsidi BBM tidak tepat sasaran  sehingga harus dihapus, maka ini berarti mereka mengatakan bahwa kenaikan harga BBM sama dengan kenaikan harga jengkol, cukup orang berduit yang punya mobil merogoh koceknya menambah 2000 rupiah perliternya. Artinya, kalau dia setiap hari menghabiskan 10 liter, berarti dia merogoh tambahan pengeluaran dari koceknya  Rp 20 ribu perhari atau Rp 600 ribu per bulan atau atau Rp 7.3 juta per tahun atau Rp 73 juta per 10 tahun.

Tapi kenaikan harga BBM itu justru berdampak kepada semua, baik yang kaya maupun yang uangnya pas pasan buat beli bensin. Juga mereka yang tidak punya kendaraan tapi naik ojek, angkot, atau bis, bahkan mereka yang ada di gunung-gunung yang tidak pernah jalan kemana-mana pun terkena dampaknya. Sebab, orang gunung itu makan ikan asin yang dibawa dari laut yang harganya ikut naik akibat kenaikan harga BBM. Jadi argumen subsidi BBM tidak tepat sasaran sesungguhnya adalah argumen palsu dan sangat membodohi rakyat. Sebab “pencabutan subsidi BBM” itu berdampak parah kepada semua rakyat yang mayoritasnya rakyat kecil yang justru tidak bermobil, tidak beli bensin, dan bahkan tidak kemana-mana tapi justru mereka harus merogoh duit mereka lebih banyak untuk membeli barang-barang (bukan cuma satu barang) kebutuhan mereka akibat kenaikan harga BBM. 

Kenaikan harga BBM tentu sangat memukul para buruh yang beberapa waktu lalu tuntutan kenaikan UMP mereka dikabulkan setelah serentetan demonstrasi. Upah baru mereka kini harus menghadapi tekanan kenaikan harga barang dan jasa yang terus meningkat, apalagi kenaikan ini menjelang bulan Ramadhan dan idul fitri yang secara tradisional harga-harga cenderung melonjak. Kalau buruh dan PNS saja terpukul oleh kenaikan harga BBM, apalagi kaum informal yang pendapatan mereka tidak jelas. Jadi kenaikan harga BBM untuk kesejahteraan rakyat adalah retorika penuh dusta.

Rasulullah saw. mengancam pemerintah yang suka mendustai rakyat dengan sabdanya:

Tidaklah seorang hamba yang Allah SWT pasrahi amanah memimpin rakyat lalu dia mati dalam keadaan terbiasa menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan atas pemimpin itu surga. (HR. Muslim).

Sudah saatnya para penipu rakyat segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, yakni memerintah dengan syariat Islam dengan jujur, adil dan amanah, hingga rakyat merasakan berkahnya. Wallahul musta’an!
(SI online)
Advertisement advertise here
 

Start typing and press Enter to search