Bandung - Bisnis online saat ini semakin menggeliat. Tak menutup kemungkinan, bisnis offline dan pasar tradisional akan musnah dan tinggal kenangan.
Yedi Karyadi punya prediksi. Lima hingga 10 tahun lagi, bisnis via jejaring sosial atau online bakal menggerus offline. Fenomena itu, kata dia, membuat pelaku usaha berpikir dua kali untuk menjalankan bisnis secara offline.
“Cenderungnya ke depan para pelaku usaha akan memilih bisnis online yang lebih murah, cepat,dan pangsa pasar yang menjangkau seluruh dunia,” ujar Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jabar itu saat dihubungi INILAH, beberapa waktu lalu.
Meski begitu, jelas Yedi, saat ini bisnis secara online dan offline masih berjalan seiring. Sinergi antara kedua bisnis berbeda cara itu masih dibutuhkan guna membangkitkan kepercayaan publik terhadap penipuan yang kerap terjadi pada bisnis online.
“Kalau sekarang keduanya masih bersinergi. Untuk 5-10 tahun dikhawatirkan bisnis offline memang punah karena pelaku usaha akan beralih ke bisnis online. Tapi tergantung bisnisnya juga, tidak semua sektor industri offline akan tutup,” jelasnya.
Yedi mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat enggan menggunakan berbagai kemudahan yang ditawarkan kecanggihan teknologi. Misalnya para pencinta fesyen. Mereka masih banyak memilih berbelanja berbagai produk secara langsung ke toko, dibandingkan harus membeli online.
Sementara untuk beberapa sektor industri yang sudah menguasai lapak di bisnis online adalah bisnis tradingserta ticketing. Kedua sektor industri tersebut sukses menggeliat di bisnis online untuk melebarkan sayap.
“Bisnis tradingsekarang sedang menguasai bisnis online. Karena online itu dunia tanpa batas untuk jual beli dan bisa dilakukan hingga seluruh dunia. Hanya beberapa klik saja langsung beres. Lalu untuk ticketingjuga. Bisa dilihat sekarang tiket pesawat atau pariwisata lainnya sudah mudah diakses,” tutur Yedi.
Dengan makin berkembangnya bisnis online, Yedi pun berharap pemerintah memberikan perhatian lebih. Pasalnya, saat ini aturan hukum yang melindungi penjual serta pembeli bisnis online masih belum pasti.
Maka, kata dia, pemerintah harus mencurahkan perhatiannya secara penuh agar bisnis offline masih tetap bisa berjalan dan tidak tergerus oleh bisnis online. Meskipun 5-10 tahun ke depan akan lebih banyak lagi masyarakat yang memilih untuk beralih untuk berbelanja secara online.
“Bisnis online itu hukumnya harus diatur dan ditegakkan. Penipuan atau penyelewengan baik itu dari penjual atau pembeli, misalnya kartu kredit palsu harus lebih diperhatikan pemerintah,” terangnya.
Dia menambahkan, kebanyakan bisnis online itu ada di tangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Maka, pembiayaan perbankan harus lebih jeli. “Bisnis yang tidak kelihatan (dunia maya/online) sebaiknya bisa dipermudah oleh perbankan. Harus ada win-win solution-nya,” kata Yedi.
Tak hanya itu, perkembangan bisnis online juga dikhawatirkan menyingkirkan keberadaan pasar tradisional di Indonesia.
Yedi menjelaskan perkiraan tersebut dapat terjadi lantaran masyarakat Indonesia semakin hari akan cenderung memilih segala kepraktisan yang disuguhkan oleh bisnis online. Jika kecanggihan itu semakin berkembang, tak menutup kemungkinan berbelanja kebutuhan sehari-hari dilakukan secara online.
“Waktu saya di Inggris, semuanya sibuk dan ingin yang serba efisien. Makanya mereka memilih untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari secara online. Makanya keberadaan pasar tradisional dikhawatirkan akan mati,” tuturnya.
Tidak menutup kemungkinan, kata Yedi, Indonesia akan mengikuti sistem belanja online untuk kebutuhan sehari-harinya seperti di Inggris. Maka, peran pemerintah sangat dibutuhkan agar keberadaan pasar tradisional bisa dipertahankan.
“Kalau belanja online itu bisa langsung delivery jadi mereka hanya pesan di rumah dan barang langsung dikirim. Kan kalau harus ke pasar itu kondisinya kotor dan bau. Orang juga bakalan memilih yang lebih praktis dibandingkan harus ribet ke pasar,” tutupnya.
Harapannya, sambung Yedi, ada perbaikan untuk pasar tradisional sehingga masyarakat tak akan larut pada kecanggihan teknologi. Sehingga saat masyarakat makin sibuk dan menginginkan segala sesuatunya semakin praktis, tradisi untuk berbelanja ke pasar tradisional masih tetap melekat. (inilahkoran)
Yedi Karyadi punya prediksi. Lima hingga 10 tahun lagi, bisnis via jejaring sosial atau online bakal menggerus offline. Fenomena itu, kata dia, membuat pelaku usaha berpikir dua kali untuk menjalankan bisnis secara offline.
“Cenderungnya ke depan para pelaku usaha akan memilih bisnis online yang lebih murah, cepat,dan pangsa pasar yang menjangkau seluruh dunia,” ujar Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jabar itu saat dihubungi INILAH, beberapa waktu lalu.
Meski begitu, jelas Yedi, saat ini bisnis secara online dan offline masih berjalan seiring. Sinergi antara kedua bisnis berbeda cara itu masih dibutuhkan guna membangkitkan kepercayaan publik terhadap penipuan yang kerap terjadi pada bisnis online.
“Kalau sekarang keduanya masih bersinergi. Untuk 5-10 tahun dikhawatirkan bisnis offline memang punah karena pelaku usaha akan beralih ke bisnis online. Tapi tergantung bisnisnya juga, tidak semua sektor industri offline akan tutup,” jelasnya.
Yedi mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat enggan menggunakan berbagai kemudahan yang ditawarkan kecanggihan teknologi. Misalnya para pencinta fesyen. Mereka masih banyak memilih berbelanja berbagai produk secara langsung ke toko, dibandingkan harus membeli online.
Sementara untuk beberapa sektor industri yang sudah menguasai lapak di bisnis online adalah bisnis tradingserta ticketing. Kedua sektor industri tersebut sukses menggeliat di bisnis online untuk melebarkan sayap.
“Bisnis tradingsekarang sedang menguasai bisnis online. Karena online itu dunia tanpa batas untuk jual beli dan bisa dilakukan hingga seluruh dunia. Hanya beberapa klik saja langsung beres. Lalu untuk ticketingjuga. Bisa dilihat sekarang tiket pesawat atau pariwisata lainnya sudah mudah diakses,” tutur Yedi.
Dengan makin berkembangnya bisnis online, Yedi pun berharap pemerintah memberikan perhatian lebih. Pasalnya, saat ini aturan hukum yang melindungi penjual serta pembeli bisnis online masih belum pasti.
Maka, kata dia, pemerintah harus mencurahkan perhatiannya secara penuh agar bisnis offline masih tetap bisa berjalan dan tidak tergerus oleh bisnis online. Meskipun 5-10 tahun ke depan akan lebih banyak lagi masyarakat yang memilih untuk beralih untuk berbelanja secara online.
“Bisnis online itu hukumnya harus diatur dan ditegakkan. Penipuan atau penyelewengan baik itu dari penjual atau pembeli, misalnya kartu kredit palsu harus lebih diperhatikan pemerintah,” terangnya.
Dia menambahkan, kebanyakan bisnis online itu ada di tangan Usaha Kecil Menengah (UKM). Maka, pembiayaan perbankan harus lebih jeli. “Bisnis yang tidak kelihatan (dunia maya/online) sebaiknya bisa dipermudah oleh perbankan. Harus ada win-win solution-nya,” kata Yedi.
Tak hanya itu, perkembangan bisnis online juga dikhawatirkan menyingkirkan keberadaan pasar tradisional di Indonesia.
Yedi menjelaskan perkiraan tersebut dapat terjadi lantaran masyarakat Indonesia semakin hari akan cenderung memilih segala kepraktisan yang disuguhkan oleh bisnis online. Jika kecanggihan itu semakin berkembang, tak menutup kemungkinan berbelanja kebutuhan sehari-hari dilakukan secara online.
“Waktu saya di Inggris, semuanya sibuk dan ingin yang serba efisien. Makanya mereka memilih untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari secara online. Makanya keberadaan pasar tradisional dikhawatirkan akan mati,” tuturnya.
Tidak menutup kemungkinan, kata Yedi, Indonesia akan mengikuti sistem belanja online untuk kebutuhan sehari-harinya seperti di Inggris. Maka, peran pemerintah sangat dibutuhkan agar keberadaan pasar tradisional bisa dipertahankan.
“Kalau belanja online itu bisa langsung delivery jadi mereka hanya pesan di rumah dan barang langsung dikirim. Kan kalau harus ke pasar itu kondisinya kotor dan bau. Orang juga bakalan memilih yang lebih praktis dibandingkan harus ribet ke pasar,” tutupnya.
Harapannya, sambung Yedi, ada perbaikan untuk pasar tradisional sehingga masyarakat tak akan larut pada kecanggihan teknologi. Sehingga saat masyarakat makin sibuk dan menginginkan segala sesuatunya semakin praktis, tradisi untuk berbelanja ke pasar tradisional masih tetap melekat. (inilahkoran)
Advertisement
