
Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Brawijaya, Anang Sujoko, pasca reformasi, hanya media asing yang berani menghina simbol Islam. Kini The Jakarta Post yang terbit dari Jakarta dengan terbuka menunjukkan sikap memojokkan Islam dengan memuat karikatur tertanggal 3 Juli 2014, di halaman 7 koran tersebut.
“Media ini tidak jauh berbeda dengan media barat yang over paranoid terhadap kekuatan Islam,” kata Anang, Selasa (8/7/2014).
Karikatur itu memuat lafadz 'laa ilaha illallah' dengan logo tengkorak khas bajak laut terpasang di bendera. Tepat di tengah tengkorak, tertera tulisan 'Allah, Rasul, Muhammad'. Selain itu juga menampilkan lima orang dengan posisi berlutut di tanah, tangan terikat ke belakang dan mata yang mata tertutup kain. Mereka ditodong senjata oleh seorang berjenggot dan bersorban, seolah siap melakukan eksekusi.
Koran ini menurut Anang Sujoko, dengan sengaja menerbitkan karikatur yang menistakan asma Allah dan nabi Muhammad dan menganggap kekuatan Islam sama halnya dengan teroris. Ini sama saja dengan menebarkan rasa benci.
"Ya, The Jakarta Post yang terbit di tanah air dengan sengaja menghina Islam, sama saja dengan menebar kebencian nyata terhadap nilai-nilai prinsip pemeluk agama Islam. Ini pilihan sangat berani sebagai koran berbahasa Inggris di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam,” kata Anang.
Selain itu menurut Anang koran ini seakan mengirim pesan bahwa Islam garis keras berpotensi tumbuh subur di Indonesia jika Jokowi kalah. Dengan pesan tersebut, dukungan dan campur tangan asing diharapkan semakin besar. Sebelumnya, dalam tajuk rencananya, Jakarta Post menyatakan mendukung Jokowi menjadi Presiden karena Capres lainnya yaitu Prabowo dianggap punya banyak catatan minus termasuk dekat dengan Islam garis keras.
Menurut Anang, sikap ini sebenarnya sama saja dengan memecah Indonesia. Meski akhirnya Jakarta Post menyampaikan permintaan maaf dan menyatakan tidak bermaksud menghina, alasan Jakarta Post tak sesederhana yang mereka nyatakan.
Menurut Anang, pesan yang dibawa the Jakarta Post telah tersampaikan dan tidak mungkin ditarik lagi karena efeknya sudah menyebar ke masyarakat. Disamping itu menjelang Pilpres 2014 seperti saat ini, gambar The Jakarta Post itu bisa memancing situasi menjadi panas dan keruh.
“Yang dicatat dari peristiwa ini adalah tidak tersulutnya amarah Prabowo-Hatta menyikapi hal ini, juga tidak berusaha memantik amarah pendukungnya. Dari sini bisa diambil pelajaran, bagaimana sebaiknya calon pemimpin negara bersikap,” kata Anang.(okezone)
Advertisement
